Abu Thalib enggan menyerahkan Muhammad. Ketegangan di Mekah pun kian sengit.
Saad bin Abu Waqas telah dipukuli Abu Jahal dan kawan-kawan. Bilal telah dipaksa
oleh tuannya, Umayah, untuk meninggalkan Islam. Ia dicambuki dan diikat
telentang di tengah terik padang pasir dengan batu besar menindih perut dan
dadanya.
"Ahad...ahad, (Yang Esa..Yang Esa)," desis Bilal yang enggan
menyerah, sampai kemudian Abu Bakar datang membeli dan membebaskannya. Abu Bakar
juga menyelamatkan budak perempuan Umar bin Khattab. Umar saat itu masih
memusuhi Islam.
Muhammad tak luput dari gangguan. Abu Jahal melemparinya
dengan isi perut kambing yang baru disembelih. Istri Abu Jahal, ikut melemparkan
kotoran binatang ke depan rumah Muhammad. Abu Jahal terus memaki-maki dan
mengganggu Muhammad. Ini didengar oleh Hamzah -paman yang juga saudara susu
Muhammad. Sepulang dari berburu, ia segera menemui Abu Jahal yang berada di
Ka'bah dan menghantamkan busurnya. Hamzah kemudian menemui Muhammad dan
menyatakan masuk Islam. Keberadaan Hamzah -yang secara fisik dianggap
jagoan-membuat gentar musuh-musuh Muhammad.
Kaum Qurais lalu minta Uthba
bin Rabi'ah , seorang yang disegani di sana, membujuk Muhammad. Ia menawarkan
apapun yang Muhammad hendak minta asalkan bersedia kembali pada tradisi.
Muhammad menyambut Uthba' dengan membacakan surat As-Sajadah (Surat 32). Bacaan
yang justru membuat Uthba' terpesona.
Gangguan terhadap pengikut
Muhammad kian mengeras. Bahkan ada yang disiksa sampai meninggal meskipun tak
ada riwayat yang menyebut pasti nama mereka yang telah mati syahid. Untuk
melindungi pengikutnya, Muhammad menyarankan sebagian mereka pindah ke Habsyi
-Mesir. Raja Najasyi (Negus) dikenal sebagai seorang Nasrani yang bijak. Sebelas
laki-laki dan empat perempuan berangkat dengan berpencar. Menyangka keadaan
telah aman, mereka pun pulang. Namun tekanan yang tak kunjung henti, membuat
kaum muslimin kembali Hijrah ke Habsyi. Pada gelombang kedua ini, sebanyak 80
laki-laki -tanpa perempuan dan anak-anak-yang berhijrah. Mereka terus tinggal di
sana sampai Muhammad hijrah ke Yatsrib atau Madinah.
Kaum Qurais Mekah
mengutus Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabia menemui Raja Najasyi. Keduanya
minta agar pendatang dari Mekah itu diusir. Sebelum mengambil keputusan, raja
meminta orang-orang Islam menjelaskan sikapnya. Dengan penjelasan yang sangat
baik, Ja'far bin Abu Thalib berhasil meyakinkan pandangannya. Ja'far juga
mengutip ayat-ayat Surat Maryam yang membuat Raja Najasyi semakin percaya pada
mereka. Ia berjanji akan tetap melindungi orang-orang Islam. "Antara agama Anda
dan agama kami tidak lebih dari garis ini," kata Najasyi sambil menggoreskan
tongkat di tanah.
Di Mekah satu peristiwa terjadi. Muhammad, Hamzah, Abu
Bakar, Ali dan beberapa sahabat tengah berkumpul di rumah Arqam, dekat bukit
Shafa. Umar bin Khattab -seorang temperamental dan tukang berkelahi di
lingkungan Qurais- menuju ke sana. Ia menghunus pedang dan mengaku hendak
membunuh Muhammad. Nu'aim bin Abdullah yang berpapasan dengan Umar mengatakan
bahwa Bani Abdul Manaf akan menuntut balas bila Muhammad sampai tewas. Mengapa
Umar tak mengurus keluarganya sendiri? Ketika itu, Fatimah adik Umar beserta
suaminya, Said bin Zaid telah masuk Islam.
Umar lalu berbalik, dan
menerjang rumah Fatimah. Ia memukul muka Said hingga berdarah. Sedangkan Fatimah
tengah membaca Quran. Namun timbul rasa ibanya pada Said. Ayat-ayat Quran yang
dibaca Fatimah menyentuh hatinya. Maka Umar bergegas menemui Muhammad dan
mengucap "syahadat". Sejak itu, Umar bersama Hamzah menjadi pilar yang
melindungi Muhammad dari musuh-musuhnya.
Muhammad terus berdakwah. Ia
sering terlihat berdiskusi dengan Jabir, seorang budak Nasrani, di Marwa. Ia
dituding menyebarkan ajaran yang dibawa Jabir. Atau sebagai seorang ahli
retorika dan pendongeng yang lihai memukau pendengarnya. Orang-orang Qurais
mencoba mengimbanginya melalui Nadzer bin Harith. Hal demikian menimbulkan rasa
penasaran Tufail ad-Dausi -seorang intelektual setempat-untuk membuntuti
Muhammad. Ujungnya, ia masuk Islam. Tufail tahu syair atau gubahan terbaik
manusia. Ayat-ayat Quran bukan seperti itu.
Sebenarnya banyak pemuka
Qurais yang tertarik mendengar ajaran yang disampaikan Muhammad. Abu Sufyan, Abu
Jahal dan Akhnas bin Syariq pernah dipergoki diam-diam mendengarkan Muhammad
membaca ayat-ayat Quran. Namun mereka merasa kehilangan harga diri bila
mengikuti seruan Muhammad. Muhammad pun mencoba merangkul para pemuka Qurais. Di
antaranya adalah dengan mendekati Walid bin Mughirah. Pada saat berbicara dengan
Walid itulah terbukti bahwa Muhammad juga seorang manusia biasa seperti kita:
dapat berbuat keliru.
Saat itu, seorang tuna netra Ibnu Ummu Maktum
menemuinya untuk bertanya soal Islam. Muhammad yang tengah sibuk bicara dengan
Walid mengabaikannya. Allah pun menegur perilaku Muhammad itu dengan Surat
Abasa: "Ia masam dan membuang muka. Ketika seorang buta mendatanginya ....."
Allah mengingatkan bahwa Ibnu Ummu Maktum datang dengan lebih tulus. Sedangkan
Walid -menurut riwayat-adalah orang yang iri mengapa Quran tidak turun pada
pemuka masyarakat sepertinya
sumber : www.pesantren.net
0 komentar:
Posting Komentar