Muhammad tertidur pulas. Saat itu, Khadijah keluar rumah menemui misannya,
Waraqah bin Naufal, seorang pemeluk Nasrani yang saleh. Diceritakannya peristiwa
yang dialami Muhammad di Gua Hira. Waraqah membesarkan hati Khadijah. Ia
meyakini peristiwa itu adalah pengangkatan Muhammad sebagai Rasul. Sementara
itu, dalam tidurnya, Muhammad kembali menggigil. Jibril datang menyampaikan
wahyu berikutnya. "Wahai yang berselimut.! Bangunlah dan sampaikan peringatan.
Agungkan Tuhanmu, sucikan pakaianmu, dan hindarkan darimu dosa. Janganlah kau
memberi karena ingin menerima lebih banyak. Demi Tuhanmu, tabahkan hatimu."
Muhammad terbangun gelisah. Khadijah terus menenteramkannya. Saat itu
Muhammad, sempat gamang. Jangan-jangan yang menjumpainya bukan malaikat,
melainkan setan. Dengan caranya sendiri, mereka mencoba menguji itu. Dikisahkan
bahwa saat Jibril datang, Khadijah sengaja memangku Muhammad di pahanya.
Muhammad masih melihat sosok itu. Baru setelah Khadijah menyingkap kain penutup
mukanya, sosok itu menghilang dari pandangan Muhammad.
Keyakinan
Muhammad menguat setelah ia, ketika hendak mengelilingi Ka'bah, bertemu Waraqah.
Saat itu Waraqah meyakinkannya. "Demi Dia yang memegang hidup Waraqah. Engkau
adalah Nabi atas umat ini. Engkau telah menerima Namus Besar seperti yang telah
diberikan pada Musa. Kau pasti akan didustakan orang, disiksa, diusir dan
diperangi. Kalau sampai waktu itu aku masih hidup, pasti aku akan membela yang
di pihak Allah dengan pembelaaan yang sudah diketahuinya." Untuk beberapa lama,
malaikat tak lagi datang. Muhammad teramat gundah. Ia khawatir Tuhan
meninggalkannya atau malah membencinya. Kabarnya, ia sempat berpikir untuk
menjatuhkan diri dari Gua Hira atau dari puncak bukit Abu Qubais. Tapi tidak. Di
tengah kegelisahannya, turunlah firman yang menegaskan bahwa "Tuhanmu tidak
meninggalkanmu, juga tidak membenci" dalam rangkaian ayat yanh dikenal sebagai
surat Adh-Dhuha.
Muhammad kemudian diajari cara salat. Ia selalu
mempraktekkannya bersama Khadijah. Ali kecil yang tinggal bersama mereka pun
ikut serta. Demikian pula Zaid bin Haritsah. Zaid adalah anak-anak yang diculik
dari keluarganya dan dijual sebagai budak. Keluarga Muhammad membelinya, lalu
mengangkatnya sebagai anak, sehingga sempat disebut Zaid bin Muhammad.
Merekalah orang-orang pertama yang meninggalkan berhala untuk menyembah
hanya pada Allah. Sama seperti Isa, Musa, Ibrahim dan para Nabi lain. Kabar itu
sampai pada Abu Bakar -sahabat Muhammad pemuka Kaum Taim. Abu Bakar mengenal
Muhammad sebagai seorang lurus, maka ia segera menganut Islam. Abu Bakar bahkan
dapat mengajak beberapa orang lainnya untuk mengikuti Muhammad.
Di
antara para sahabat itu adalah Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Talha bin
Ubaidillah juga Zubair bin Awwam. Melalui Abu Bakar, Saad bin Abi Waqas
-keluarga Muhammad dari garis Aminah-juga memeluk Islam. Demikian pula Bilal,
seorang asal Ethiopia yang menjadi budak Ummayah.
Saat itu, warga Mekah
tidak banyak mempersoalkannya. Mereka menganggap Muhammad tak lebih dari seorang
pendeta biasa sebagaimana Waraqah. Perselisihan baru muncul tiga tahun setelah
masa kenabian. Allah memerintahkan Muhammad untuk tidak lagi sembunyi-sembunyi
dalam beragama dengan menyeru keluarga terdekat. (Qur'an Surat 26: 214-216).
Muhammad kemudian mengundang keluarga dekatnya, Bani Hasyim untuk makan di
rumahnya, lalu mengajak mereka menyembah Allah. Namun Abu Thalib menghentikan
pembicaraan itu.
Esok harinya, Muhammad kembali mengundang lalu menyeru
mereka. Sekali lagi, kerabat Muhammad itu hendak pergi. Saat itu Ali, yang masih
anak-anak, berdiri dan mengatakan: "Rasulullah, saya akan membantumu. Saya
adalah lawan siapa saja musuhmu." Seluruh yang hadir terbahak. Mereka
menertawakan Muhammad, Ali serta Abu Thalib -ayah Ali.
Dikisahkan pula
saat itu Muhammad menyatakan pembelaannya terhadap Ali dengan istilah bahwa Ali
adalah pewarisnya, dirinya adalah pewaris Ali. Kelak, hal ini yang dipakai dasar
pihak yang mengatakan bahwa Ali adalah satu-satunya pewaris untuk menjadi
pemimpin umat sepeninggal Muhammad. Suatu persoalan yang bakal melahirkan
pertikaian besar antar umat Islam.
Muhammad juga melakukan dakwah
terbuka, yakni di bukit Shafa yang kini menjadi bagian dari Masjidil Haram. "Hai
orang-orang Qurais," seru Muhammad dari puncak bukit itu. Orang-orang pun
berdatangan. "Kalau kuberi tahu bahwa di bukit ini terdapat pasukan berkuda,
percayakah kalian?"
"Ya," sahut mereka. "Kami tak pernah meragukan
kejujuranmu. Kami belum pernah mendengar engkau berdusta" "Kalian kuperingatkan
sebelum menghadapi siksa pedih, hai Bani Abdul Muthalib, Bani Abdul Manaf, Bani
Zuhra, Bani Makhzum dan Bani Asad. Allah memerintahkan aku menyampaikan
peringatan pada keluarga-keluargaku terdekat. Aku tidak dapat memberi keuntungan
apapun pada kalian baik di dunia maupun akhirat kecuali kamu mengikrarkan 'La
ilaha illallah' (tiada tuhan selain Allah)".
Seorang berpostur gemuk
yang juga paman Muhammad, Abu Lahab menukas. "Celakah engkau Muhammad. Buat apa
kau kumpulkan kami." Allah lalu menurunkan firman, Surat Al-Lahab, atas perilaku
tersebut.
Muhammad terus menebar dakwah. Ia bukan saja menyeru untuk
meninggalkan berhala, namun juga berbuat baik pada sesama, hidup berkasih
sayang, tidak berlomba-lomba menumpuk harta. Pengaruh Muhammad semakin meluas.
Hal tersebut meresahkan para pemuka Qurais. Mulailah perseteruan itu. Mula-mula
mereka menyerang Muhammad dengan syair yang mengejek. Juga menuntut Muhammad
untuk menunjukkan mukjizat.
Setelah Muhammad secara terbuka mengritik
patung-patung sembahan di sekitar Ka'bah, mereka mendesak Abu Thalib untuk tidak
melindungi Muhammad. Sepuluh orang ditugasi membawa misi tersebut. Mereka adalah
Abu Sufyan bin Harb, Uthbah dan Syaibah bin Rabi'ah, Nubaih dan Munabbih bin
Hajjaj, Ash bin Wail, Walid bin Mughirah, Abu Bakhtarif, Jawad bin Muthalib
serta Abu Jahal bin Hisyam.
Beberapa kali, kaum kafir mendesak Abu
Thalib. Mereka bahkan menawarkan seorang pemuda tampan, Umara bin Walid agar
dipungut sebagai anak Abu Thalib asalkan Muhammad diserahkan kepada mereka. Abu
Thalib menolak permintaan itu. Namun ia menyampaikan pula desakan para tokoh
Qurais itu pada Muhammad.
Muhammad kukuh pada sikapnya. "Paman, demi
Allah, sekiranya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di
tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tak akan kulakukan sampai
Allah membuktikan kemenangan itu di tanganku atau aku mati karenanya."
sumber : www.pesantren.net
0 komentar:
Posting Komentar