Seorang menteri di Baghdad telah berlaku lalim terhadap kekayaan seorang wanita
tua. Hartanya dirampas dan semua hak wanita itu dirampok. Tapi si wanita itu
dengan berani mengadukan kelaliman itu kepada menteri dimaksud sambil menangis
dan memprotes kekejamannya. Sang menteri sama sekali bergeming dan tak menyadari
kekejamannya terhadap si wanita.
Wanita itu kemudian mengancam, "Jika
engkau tidak menyadarinya juga, aku akan memohon kepada Allah agar engkau
celaka." Menteri itu malah tertawa terkekeh-kekeh dan mengejek wanita itu seraya
berkata dengan angkuh, "Berdoalah di sepertiga akhir malam." Wanita itupun pergi
meninggalkannya.
Setiap hari, pada sepertiga malam terakhir, ia selalu
berdoa. Tak berapa lama kemudian, menteri itu dimakzulkan, dan seluruh hartanya
disita. Ia diikat di tengah pasar dan dicambuk sebagai hukuman ta'zir atas
kejahatannya kepada rakyat. Pada saat itu si wanita tua lewat, dan melihat siapa
yang diikat. Katanya, "Engkau benar. Engkau telah menganjurkan kepadaku untuk
berdoa di sepertiga malam terakhir, dan terbukti sepertiga terakhir malam itu
memang waktu paling baik."
***
Sepertiga malam itu sangat mahal
dalam kehidupan kita, sangat berharga. Sebab itulah Rabb Yang maha Mulia
berfirman. "Adakah seseorang yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku berikan apa
yang dia minta, adakah orang yang meminta ampun kepada-Ku sehingga aku ampuni
dia, dan adakah orang yang berdoa kepada-Ku lalu Aku kabulkan doanya."
Sedari remaja, dan dari sekian banyak cerita yang pernah saya dengar,
ada sebuah peristiwa yang sangat membekas dalam hidupku yang tidak mungkin saya
lupakan. Yang saya rasakan saat itu adalah bahwa tak ada yang lebih dekat
daripada Dzat Yang Maha Dekat, yang memiliki jalan keluar, pertolongan, dan
kebaikan.
Ceritanya begini, waktu itu saya bersama sejumlah pumpang
lainnya terbang dari Abha menuju Riyadh, bertepatan dengan pecahnya Krisis
Teluk. Di dalam pesawat yang sedang terbang itu, dikabarkan kepada seluruh
penumpang bahwa pesawat akan kembali ke bandara Abha karena ada kerusakan.
Kamipun kembali ke Abha, dan kru memperbaiki pesawat.
Setelah kerusakan
diperbaiki, kami terbang lagi. Namun ketika kami sudah mendekati Riyadh, roda
pesawat tak mau turun. Selama satu jam, pesawat hanya berputar-putar di atas
kota Riyadh. Pilot telah berusaha melakukan pendaratan sebanyak sepuluh kali
namun setiap kali sudah dekat ke landasan dan berusaha mendarat selalu gagal,
dan pesawatpun terbang lagi. Saat itu kami panik, dan banyak diantara kami yang
sudah pasrah.
Para penumpang wanita menangis. Saya lihat air mata
mengalir deras di pipi. Kini kami berada di antara langit dan bumi menunggu
kematian yang bisa lebih cepat dari kerdipan mata. Teringat olehku segalanya,
namun tak ada yang lebih baik dari amal shaleh. Hati saya segera tertuju kepada
Allah dan alam akhirat. Dan, dunia menjadi sangat tidak berharga. Saat itu, yang
selalu keluar dari bibir kami adalah, Laa Ilaaha ilallallaah wahduhu laa
syariikalah lahul mulk wa lahul hamd wa huwa'alaa kulli syai'in qadiir (Tidak
ada Ilah selain Allah, satu-satunya, tiada sekutu bagi-Nya, kepunyaan-Nya semuau
kerajaan dan pujian, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).
Kalimat ini
meluncur dengan jujur dari bibir kami. Seorang Syaikh yang sudah berumur berdiri
dan berseru kepada seluruh penumpang untuk meminta perlindungan kepada Allah,
berdo'a kepada-Nya, memohon ampunan-Nya, dan bertobat atas segala
kesalahannya.
Allah sendiri telah menjelaskan tentang sifat manusia, Maka
tatkala mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya (QS Al-'Ankabut: 65)
Kamipun berdoa kepada Dzat Yang
Mengabulkan doa orang yang dalam keadaan terjepit, seperti yang dilakukan oleh
orang yang terjepit. Kami betul-betul khusyu' dalam doa kami. Tak berapa lama,
pada usaha yang kesebelas dan keduabelas kami bisa mendarat dengan selamat.
Ketika turun dari pesawat kami seperti baru saja keluar dari kuburan. Jiwa kami
kembali seperti sedia kala, air mata sudah mengering, dan senyuman kembali
mengembang. Sungguh agung kebaikan Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi
itu.
Berapa banyak kita memohon kepada Allah saat bahaya menimpa, tatkala
bencana itu hilang kita melupakan-Nya.
Di lautan kita berdoa kepada-Nya
agar kapal kita selamat, namun ketika sudah kembali ke darat kita durhaka
kepada-Nya.
Kita menaiki angkasa dengan aman dan santai, tidak jatuh
karena Yang menjaga adalah Allah.
Semua ini adalah kebaikan dan bantuan
Yang Maha Pencipta.
***
Sumber: Laa Tahzan, karya Dr. Aidh
Al-Qarni, terbitan Qisthi Press.
sumber : eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar