Din, begitu aku menyebutnya. Seorang gadis kecil berusia sekitar 5 tahun, yang
tiba-tiba telah berada diantara kami, saat kami tengah melepas lelah di suatu
sore. Sebenarnya, dia mempunyai nama yang sangat bagus. Bahkan, sempat membuatku
berucap "wooow", saat dia dengan lugas mengeja namanya. Namun, aku lebih senang
memanggilnya Din. Namanya memang secantik orangnya. Meski tertutupi debu dan
rambut yang kusut, namun ia tetap kelihatan manis.
Tanpa terlihat
canggung, ia menyapa kami. Dan dengan keceriaan khas seorang anak kecil, ia
mulai berceloteh. Ia tak pernah lelah tersenyum, menunjukkan gigi-gigi depannya
yang mulai habis.
Din terlihat begitu ceria, seolah tiada beban yang
dipikulnya.
" Omahku, mung soko kardus, cilik "
" Aku ora duwe ibu,
ibuku minggat "
" Aku ora sekolah kok "
Kalimat-kalimat yang
dilontarkan begitu polos, namun aku melihat kejujuran disana.
Din kecil
dengan 2 jepit rambut ungu yang menghiasi sisi depan kiri dan kanan rambutnya
yang kemerahan, dengan semangat terus bercerita.
" Din, sholat ora ?"
Sebuah pertanyaan terucap. Din hanya terdiam. Begitu pula saat meluncur
rangkaian kata yang mengajak untuk rajin sholat dan agar selalu berdoa memohon
kepada Allah, Din tetap terdiam, menyimak setiap kata, sembari memandang dengan
wajah dan sinar mata polosnya. Haru menyeruak, saat mendengar jawabnya ketika
ditanya keinginannya saat ini.
"Kudung ", jawabnya lirih, masih dengan
kejujurannya.
Sebuah jawaban yang tidak pernah terpikir di benak kami,
dan cukup membuat kami terkejut. Subhanallah, dalam kehidupannya yang sedemikian
keras, bukan materi yang diinginkannya, melainkan sebuah jilbab. Keinginan yang
sederhana dan bagi sebagian orang merupakan hal yang wajar, karena itu memang
kewajiban. Namun ketika keinginan itu terucap dari mulut seorang anak kecil yang
sehari-hari hidup di jalanan, hal itu menimbulkan ketakjuban tersendiri bagi
kami.
Kulihat Din mengalihkan pandangannya ke arah anak kecil berumur
sekitar 2 tahun lebih muda darinya, yang terlihat lucu dengan jilbab biru
kecilnya. Kutatap wajahnya yang menggambarkan inginnya.
Din, akankah
harapmu jadi nyata ? Sanggupkah kau pertahankan inginmu dalam kerasnya duniamu ?
Din seolah tak peduli dengan seikat tanya yang tumbuh di hatiku. Ia
kembali berceloteh. Melukis mimpinya di langit senja. Dan merangkai bunga-bunga
cita dan harapannya. Ingin sekali kukatakan kepadanya.
Din, Allah Maha
Melihat, Allah Maha Mendengar, Allah Maha Mengabulkan Doa dan akan mengabulkan
doa hamba yang memohon kepada Nya. Allah Maha Menepati Janji dan janji Allah
adalah kepastian. Allah tidak akan melupakan dan tidak akan menelantarkan hamba
Nya. Allah adalah sebaik-baik Penolong dan sebaik-baik Pelindung.
Allah,
kiranya Engkau berkenan, untuk mengabulkan pinta mereka, dan melindungi mereka,
hamba Mu yang terpinggirkan dan mungkin telah terlupakan oleh sesamanya.
Din kecil dengan sejuta mimpi. Sekecil itu telah merasakan kerasnya
dunia. Namun ia masih ceria dalam keluguannya. Din tak beda dengan anak-anak
lain sebayanya. Ia juga punya cita yang ingin dicapai, dan harapan yang ingin
diwujudkan.
Din tidak seorang diri. Masih banyak Din-Din lain yang
terlupakan dan mungkin tidak lagi dipedulikan. Mereka ada, nyata, namun seolah
berada di lain dunia, karena terhijabi oleh sekat-sekat keduniawian.
Din, gadis kecil yang bermain dengan lembayung senja hari
Tatapnya
tlah membuka mata akan realitas yang ada.
Senyumnya mengajarkan untuk selalu
mensyukuri nikmatNya.
Keceriaanya menyadarkan betapa banyak karunia yang
telah dilimpahkan Allah. Harapnya menunjukkan kasih sayang Allah yang begitu
besar yang diberikan-Nya kepada seluruh hambaNya tanpa membeda-bedakan.
Malam ini, aku teringat kembali sosok Din, yang melambaikan topi sambil
tersenyum. Ia memanggilku kembali saat aku baru beberapa langkah meninggalkan
tempat itu. Setengah berteriak ia berkata " Mbaaaak, topine keri !!!!!"
sumber : eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar