lihat tulisan “Nomor 23045xxxxx tidak termasuk dalam daftar peserta yang
diterima”, jantungku serasa mau copot. Aku teringat dengan kejadian sepuluh
tahun silam. Saat itu, aku pun mengalaminya.
Pagi itu aku berjalan
lunglai menuju rumah. Hari penentuan nasibku telah tiba. Yah, aku menganggapnya
demikian, karena hari itulah saat awal aku menjadi mahasiswa atau pengangguran
terselubung. Dan ternyata, aku sukses menjadi pengangguran terselubung. Nomor
ujian dan namaku tidak tercantum dalam daftar calon mahasiswa yang terpampang di
Koran pagi itu. Rasanya ingin kubuang koran 'sialan' itu dan kumaki semua orang
yang melihat tetesan airmataku. Tapi, apa gunanya? Walaupun aku ngamuk ke setiap
orang yang kutemui toh itu tidak berguna.
Saat kumasuki rumahku melalui
pintu belakangnya, tampak mata Bapak, Ibu dan kedua adikku menatapku penasaran.
Dan melihat sorot kesedihan yang terpancar dari kedua bola mataku yang sembab,
mereka mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut. Aku pun tak
menjelaskannya, tetapi langsung masuk ke kamar dan kukunci pintunya rapat-rapat.
Hari itu aku menangis seharian.
Besoknya aku masih murung. Tetapi
melihat gelagatku untuk mengajak Bapak mengobrol, Bapak mengambil kesempatan
itu. Dalam nasehatnya yang panjang, Bapak mengingatkan bahwa semua ini adalah
takdir Allah. Tidak ada yang perlu disesali karena menurut beliau aku telah
berupaya dengan keras. Pun doa tak henti mengalir untuk kesuksesanku, dari sujud
panjang Ibu Bapakku. Tentu dua adikku yang masih SMP dan SD itu pun mendoakanku
menurut versi mereka, karena itulah yang selalu aku pinta setiap aku mengingat
hari pengumuman UMPTN, istilah yang ada waktu itu. Dalam wejangannya, Bapak juga
memotivasiku untuk tetap kuat dan bersabar dengan memperbanyak sholat. Aku ingat
betul, setiap kalimat terucap dari bibir Bapak, air mataku semakin deras
mengalir. Akhirnya kembali, Bapak memintaku untuk menenangkan diri.
Besoknya, saat hatiku mulai tenang dan mengajak Bapak mengobrol, Bapak
mengatakan bahwa hidup tidak akan berakhir walaupun aku tidak lulus UMPTN. Masih
banyak hal-hal yang bermanfaat yang bisa aku lakukan, kata beliau. Sementara
Ibu, dengan kasih sayang beliau, diperhatikannya aku. Setiap kebutuhanku
dipenuhinya. Menurut beliau, aku saat itu ibarat aku saat umur satu tahun dulu.
“Rasanya Ibu ingin menggendongmu, nduk. Memangkumu setiap waktu dan
menidurkanmu. Ibu ingat saat kau masih kecil, nduk,” bisik beliau sambil
memelukku saat itu.
Begitulah, hari demi hari aku selalu mendapat
tambahan semangat dari Bapak dan Ibu. Kedua adikku hanya bingung melihatku lebih
sering mengunci diri di kamar dan mengamati mataku yang bengkak saat keluar. Ya,
begitulah. Hari demi hari kulalui dengan kemurungan tiada henti. Tanpa terasa,
tiga bulan telah berlalu tanpa kegiatan yang bermanfaat, sedikit pun!!!
Itulah saat aku menyadari bahwa semua yang aku lakukan hanya pekerjaan
sia-sia. Murung …, sedih …, menangis …, hanya itu. Pikiranku buntu, walau beribu
ide cemerlang diusulkan oleh orang-orang disekelilingku, aku tetap tak bergerak.
Aku hanya diam. Saat itulah aku sadari bahwa aku harus bangkit. Aku harus
melupakan penyesalan sia-siaku. Aku harus kembali menyusun langkah demi masa
depanku. Aku harus memberikan contoh kepada kedua adikku bahwa kegagalan tak
harus disesali.
Kemudian aku mulai bangkit. Kulewati tahap demi tahap
dalam hidupku dengan terus meminta bimbingan dari-Nya. Terus… terus… dan terus
seperti itu. Alhamdulillah, sekarang aku sudah mempunyai keluarga yang bahagia.
Aku juga bekerja di sebuah perusahaan ternama dengan gaji yang cukup besar.
Subhannallah…
Tapi, saat aku teringat kembali pada adikku, kesedihan
kembali menyelimuti hatiku. Haruskah kesedihan berkepanjangan akan dilaluinya,
menyusuri jejak mbaknya dulu? Robbi, berilah dia kekuatan untuk menjalani
cobaan-Mu ini dengan sabar. Dan tenangkan hatinya, agar perih yang pernah hamba
lalui dahulu tidak sempat dialaminya. Hamba yakin, inilah yang Engkau kehendaki,
Robbi. Dan hanya Engkaulah yang mengetahui yang terbaik bagi setiap hamba-Mu,
karena Engkaulah Ya Allah, Yang Maha Mengetahui Kesudahan Makhluk-Mu. Hanya
Engkau. Hamba yakin, walaupun ini terasa sangat pahit bagi kami semua, saat ini,
namun kegagalan ini jugalah yang terbaik bagi kami semua. Robbi, tunjukkanlah
jalan kemudahan bagi adik hamba untuk menapaki jalan yang Engkau ridhoi, di
bawah cahaya-Mu. Juga kuatkan orang tua kami, Robb. Jauhkan mereka dari
kekhawatiran karena sekali lagi Engkaulah Yang Maha Mengetahui kesudahan
makhluk-Mu. Berilah kami petunjuk agar kami senantiasa berada di jalan-Mu, Ya
Allah. Amiin.
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan;
Sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al Insyirah:5-6), dan Engkau telah
memperlihatkan kebenarannya kepada kami, terima kasih Ya Allah.
antariksa@eramuslim.com
sumber : eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar