Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan bahwa Ibnu Mas'ud memasuki rumah Rasulullah
Saw. dan beliau baru bangun dari tidurnya di atas tikar hingga kelihatan ada
bekas di punggungnya. Ibnu Mas'ud berkata, "Ya Rasulullah, bagaimana jika kami
letakkan alas lagi di atas tikar itu, agar tidak ada lagi bekas di tubuhmu."
Rasulullah Saw. menjawab, "Apa peduliku dengan dunia. Dunia bagiku
bagaikan seorang pengembara yang sedang berteduh di bawah pohon, kemudian segera
pergi meninggalkannya."
Demikian beliau mengumpamakan dunia dan manusia.
Manusia adalah pengendara yang berkelana, sedang pohon adalah dunia. Di antara
mereka ada yang berteduh satu jam kemudian meninggalkannya, kembali menemui
Tuhannya. Yang lain ada yang lebih lama. Tapi yang pasti, semuanya akan
meninggalkan pohon itu untuk melanjutkan petualangannya di alam akhirat.
Sedikit sekali manusia yang menyadari hakikat eksistensinya di planet
bumi ini. Akibatnya, ia bertingkah seolah-olah tak terjangkau oleh kematian.
Tentang hal ini, Allah Swt. menggambarkan: "Dan berilah perumpamaan kepada
mereka, kehidupan dunia adalah bagaikan air hujan yang Kami turunkan dari
langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Kemudian
tumbuhan-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu" (QS Al-Kahfi: 45).
Menurut Sayid
Quthb, ayat ini merupakan pertunjukan yang dipentaskan secara pendek dan kilat,
agar terasa bahwa kita dalam naungan kefanaan. Kehidupan dunia diungkapkan hanya
dalam dalam tiga babak. Air yang diturunkan dari langit, kemudian dengan air itu
tumbuh-tumbuhan menjadi subur, dan dengan tiba-tiba tumbuh-tumbuhan itu menjadi
kering dan diterbangkan angin.
Dalam hadits lain, Rasulullah Saw.
melukiskan kehidupan dunia sebagai orang asing atau seorang penyeberang jalan.
Beliau bersabda: "Jadilah kau di dunia ini seperti orang asing atau penyeberang
jalan" (HR Bukhaari dari Ibnu Umar).
Orang asing merasakan
keterasingannya di tempat yang bukan negerinya. Ia pasti akan tidak akan banyak
tingkah, lantaran tidak betah. Negerinya tentu lebih indah. Sedangkan seorang
penyeberang jalan, ia tentu ingin cepat-cepat mencapai tempat di seberang sana.
Rasulullah Saw. bersabda: "Tiadalah perbandingan dunia ini dengan
akhirat, kecuali seperti seorang yang memasukkan jarinya dalam lautan besar maka
perhatikan berapa jumlah air yang menetes darinya" (HR Muslim).
Abu
Al-'Itahhidyah, salah seorang penyair terkemuka menggambarkan manusia di muka
bumi sebagai para petualang.
Manusia di muka bumi ini dalam pengembaraan
Di dekat mereka, sebentar lagi petualangan akan berakhir Di antara mereka ada
yang puas, rela dengan kehidupannya Yang lain hidup serba gampang, sementara
yang lainnya papa Jiwa tak kan kenyang jika tak tersentuh qana'ah.
sumber : eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar