Dunia serasa akan runtuh … (ehemm...). Mungkin kalau pernah mengalaminya tentu
akan terasa lucu untuk dipikirkan saat sedang senggang. Bagaimana begitu menjadi
sibuknya kita saat itu. Semua berjalan jauh dari rencana. Apa yang kita lakukan
sepertinya salah semua. Belum lagi suasana yang terbangun menjadi tegang, akibat
kita tidak dalam kondisi tenang. Kita menyalahkan angkot yang jalannya terasa
seperti keong, mengumpat-umpat Jakarta yang begitu macet. Termasuk ngomelin
pengendara-pengendara yang tidak disiplin, dan seabrek kata "menyalahkan"
keadaan yang sebenarnya keadaan itu sendiri tidak bersalah.
Terlambat
datang ke kantor, tugas sudah menumpuk, harus menghubungi bapak Anu, konfirmasi
ke ibu itu, boro-boro mikirin perut, ingat untuk minum segelas airpun sudah
alhamdulillah. Harus mengawasi ini, membuat laporan itu dan entah ada saja yang
harus dilakukan. Belum lagi ibadah rutin yang menjadi biasa sedikit terganggu.
Saat makan siang menjadi sesuatu yang dinanti. Bisa bernafas lega saat sudah
duduk di bus yang membawa saya pulang. Ups... membawa saya ke Kampus, saya masih
ada kuliah. Teringat akan tugas dosen yang belum di print. Ah, saya memilih
untuk tidak ambil pusing. Saat itu saya hanya butuh untuk bersandar dan
tertidur, nanti jika sudah sampai di Kampus tinggal telepon ke kantor (berharap
masih ada yang dikantor) untuk mengirimkan file yang saya butuhkan ke e-mail
saya saat itu juga hingga saya bisa menge-print-nya.
Tunggu... saya
kelewatan hingga sampai terminal, karena saking lelah dan nyenyaknya tertidur.
Lagi-lagi saya seperti dikejar waktu. Belum sholat maghrib membuat saya semakin
deg-degan. Telat masuk kelas. Hanya mendapat menit-menit terakhir disesi
pertama. Mending kalau tidak ada kelas gabungan, nyatanya tidak. Jadilah saya
intermezo yang sukses dilihat teman-teman satu kelas yang isinya lebih dari
empat puluh orang. Sedih…
Saya menghempaskan nafas dalam-dalam. Jika
teringat hal itu. Ternyata banyak hal yang selama ini menjadi berarti saat saya
sering menganggap itu sepele. Tapi minimal saya masih merasakan teguran Allah
kepada saya agar saya lebih menghargai waktu. Nggak buruk-buruk amat kok kalau
dicermati. Menjadi salah satu kisah yang unik dan menjadi penghias sejarah
perjalanan hidup saya.
Banyak hal yang terlupa untuk disyukuri, pun itu
menurut kita sesuatu yang buruk. Setengah dari kejadian-kejadian yang kita alami
adalah takdir Allah dan setengahnya adalah hasil dari pilihan yang kita lakukan.
Saya percaya bahwa saya memang saat itu ditakdirkan untuk mengalami semua
kejadian itu. Menyisakan sesuatu yang tertinggal untuk saya maknai dengan baik.
Dan saya masih bisa tersenyum untuk melewatinya, begitupun dengan Anda. (Sri
Wisnu - isn@eramuslim.com)
sumber : eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar