Dalam ruangan yang serba gelap, untuk membedakan mana tongkat dan mana ular,
setidaknya diperlukan dua hal; kemampuan mata dan cahaya dari luar. Mata bisa
melihat, tetapi bila tak ada cahaya tentu tidak akan jelas bentuk benda-benda di
sekitar. Begitupun sebaliknya, walau cahaya di sekitar terang-benderang, bila
mata kita buta, segala yang nampak jadi tidak kelihatan.
Ada kisah dua
orang yang mendalami ilmu agama. Yang satu rumahnya jauh dari masjid, dan yang
lain lebih dekat. Ketika adzan dikumandangkan, yang jauh bergegas menuju masjid.
Ia bisa datang dan masuk ke masjid lebih awal, kemudian shalat sunnah, duduk dan
berdzikir, dan bisa mengikuti shalat jamaah. Namun orang yang berdekatan dengan
masjid, ketika adzan dikumandangkan, masih bersantai-santai di rumah, akhirnya
ia masuk karena baru tiba di masjid setelah iqamat. Ia kehilangan kesempatan
shalat sunnah.
Mengapa terjadi demikian? Padahal kedua orang ini
sama-sama mengetahui keutamaan shalat berjamaah dan paham akan kemurkaan Allah
kepada orang yang tidak shalat berjamaah. Ada perbedaan memang antar keduanya.
Orang yang jauh dari masjid memiliki dua cahaya, cahaya wahyu dan cahaya
hidayah. Yang satunya hanya punya cahaya wahyu semata. Hidayah belum
mengejawantah dalam dirinya.
Banyak orang yang tahu tentang ilmu agama,
namun banyak pula yang tak menjalankan apa yang telah diketahuinya itu. Mereka
belum mendapatkan hidayah. Mahal memang harga hidayah. Dan ini berkait dengan
pribadi orang yang bersangkutan. Seseorang boleh berupaya sekuat tenaga untuk
mengantarkan orang lain mendapatkan hidayah. Tetapi kalau Allah tidak
menghendaki, dalam arti secara pribadi orang yang bersangkutan belum memiliki
kesiapan, maka usaha itu akan terhenti di tengah jalan.
Nabi Nuh as
berdakwah kepada keluarga dan kaumnya selama beratus-ratus tahun, namun hanya
beberapa orang saja yang mau mengikuti risalahnya. Bahkan anak dan istrinya
termasuk dari orang-orang yang menentang. Nabi Ibrahim as berkali- kali mengajak
ayahandanya agar tunduk pada Allah Sang Pencipta, namun sang ayah tetap pada
pendiriannya, menyembah patung yang dibuatnya sendiri. Begitu juga Rasulullah
saw, beliau tidak bosan-bosan mengharap pamannya agar mengucapkan kalimat 'Laa
ilaaha illallah', namun sampai akhir hayatnya, Abu Thalib tidak mengucapkan
kalimat thayyibah itu.
Memang hidayah itu hanya milik Allah. Dialah yang
akan menurunkannya kepada yang Dia menghendaki. Wewenang dan tugas manusia
hanyalah mengajak, memberikan pengertian dan pemahaman, alias memberi jalan
masuknya hidayah. Selanjutnya sudah dalam wilayah wewenang Allah swt.
"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang
kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya,
dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk." (QS
al-Qashash: 56)
Hidayah atau petunjuk Allah mesti kita cari untuk
mendapatkannya. Tak bisa hidayah itu datang dengan tiba-tiba, tanpa adanya usaha
keras untuk meraihnya. Untuk memperoleh hidayah diperlukan perjuangan.
Petunjuk Allah hanya akan diberikan kepada manusia yang taat dan patuh
kepada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan-Nya. Taat kepada Allah
dibuktikan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala yang
dilarang-Nya. Taat kepada rasul berarti bersedia menjalankan sunnah -sunnahnya.
Kesiapan itu lalu ditambah dengan keseriusan berjihad, berjuang di jalan Allah
dengan mengorbankan harta, tenaga, waktu, bahkan nyawa bila dibutuhkan. Dengan
begitu niscaca Allah akan menurunkan petunjuk-Nya. Firman Allah;
"Katakanlah, taatlah pada Allah dan taatlah pada Rasul, dan jika kamu
berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan
kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan
kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan
tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan dengan terang." (QS
An-Nur: 54)
"Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya
Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS al-Ankabut: 69)
Memang berat untuk mendapatkan hidayah. Tetapi sebagai sebuah
perjuangan, hal itu wajar. Sesuatu yang bernilai tinggi, tidak akan diberikan
secara gratis. Tetapi setelah didapat dan bisa dipertahankan, maka hasilnya
sungguh luar biasa. Hidayah itulah kunci selamat dari gelapnya kehidupan. Dalam
al-Qur'an, Allah swt beberapa kali mengabarkan bahwa ada segolongan manusia yang
sampai kapan pun tak akan pernah diberi petunjuk, walaupun sangat diharapkan. Di
antaranya memang twlah Allah sesatkan. Lalu Allah biarkan mereka
terombang-ambing dalam kesesatannya. Tak seorang pun yang akan memberi petunjuk
dan mampu untuk menolongnya.
"Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka
dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang
disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong." (QS an-Nahl:
37)
Ada pula segolongan manusia yang Allah tidak berkenan memberikan
petunjuk-Nya. Mereka adalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat
Allah, mendustakann ayat-ayat-Nya, orang-orang zhalim yang selalu mengikuti hawa
nafsunya tanpa ilmu pengetahuan, dan mereka yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya.
Ada juga yang Allah sesatkan berdasarkan ilmu
pengetahuannya, kemudian Allah mengunci mati hati dan pendengarannya, membutakan
kedua matanya. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah yang jelas,
mereka menjadikannya sebagai bahan olok-olok saja. Mereka orang-orang yang akan
merugi dikarenakan telah lupa dengan diri mereka sendiri. Dan di akhirat kelak
mereka akan tertunduk lesu sebagai orang-orang yang kalah:
"Dan kamu
akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena hina,
mereka melihat dengan pandangan lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata,
'Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri
mereka sendiri dan keluarga mereka pada hari kiamat.' Ingatlah sesungguhnya
orang-orang yang zhalim berada dalam adzab yang kekal." (QS asy-Syuura: 45)
Orang-orang yang telah disesatkan Allah, tiada seorangpun yang mampu
menolongnya dari kesesatan itu. Kita berlindung kepada Allah dari katagori
kelompok orang-orang zhalim ini, kelompok yang merugi dan akan mendapatkan azab
kehinaan dari Allah 'Azza wa jalla.
Diambil dari buletin al-Qalam
http://alqalam.hidayatullah.com
sumber : eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar