Bagus... bagus... Iih, bagus apaan??? Segitu aja dibilang bagus, dalam hati
kesal. Diambilnya lagi sebuah gambar, kali ini tentang pemandangan sebuah desa,
ada pegunungan, awan yang berhiaskan burung elang, sawah, ... begitu sederhana,
namun lagi-lagi ia berkata, "Ini juga karya teman kalian, bagus... bagus..."
sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
Ah... Kalau saja kita yang berada
di tivi itu, mungkin kritikan atau malah cemoohan yang terlontar, "Mestinya,
bisa lebih baik lagi dong!!! Masa' sih gambar jelek gini dikirim ke sini? bla...
bla... bla..." Sadis? Kalo gak gitu gimana mereka bisa maju?
Namun hari
demi hari, acara itu selalu mempesona setiap generasi anak-anak. Mereka duduk
asyik di depan tivi berbekalkan kertas-kertas dan pinsil warna, asyik dengan
kesibukannya.
"Tarik garis melengkung ke atas, juga ke bawah, lalu beri
satu titik hitam, tidak perlu takut-takut ya. Kita beri warna merah, kuning juga
boleh, nah... jadi gambar apa ini adik-adik? Iya benar, seekor ikan," kemudian
sambungnya lagi, "Menggambar itu mudahkan." Bagai para prajurit perang,
anak-anak itu begitu patuh pada perintah. Mereka ikuti komandonya kata demi
kata.
Dan, begitu orang yang selalu berkaca mata dengan bingkai hitam
dan bertopi itu menutup acaranya, "Sampai jumpa minggu depan," lalu mereka
berhamburan, berteriak-teriak untuk memamerkan gambarnya kepada siapa saja
dengan bangga, "Adek udah bisa gambar ikan!!!" jerit mereka kegirangan. "Lho,
ini gambar ikan? Ikan apaan?"
Deg!!!
Belajar menghargai orang
lain, kadang teramat berat buat sebagian kita, apalagi bila itu berbentuk
lontaran pujian. Padahal menurut ilmu psikologi, manusia lebih suka menerima
pujian daripada celaan.
Seorang ahli psikologi Jess Lair, di dalam
bukunya I Ain't Much Baby, But I'm All I've Got berpendapat, "Pujian laksana
cahaya yang menerangi semangat manusia. Kita tidak mampu berkembang dan membesar
tanpanya. Kebanyakan manusia hanya bersedia memberikan kritikan kepada
seseorang, tetapi enggan untuk menyatakan pujian kepadanya."
Ahli
pendidikan, John Dewey juga berpendapat, dorongan yang paling kuat dalam diri
manusia adalah keinginan untuk dianggap penting. "Pujian akan menimbulkan
perasaan berharga, perasaan mampu, dan percaya diri."
Tentu saja yang
dimaksud disini adalah pujian yang sewajarnya. Apakah lalu dalam Islam tidak
boleh mengkritik? Bukankah khalifah Abu Bakar radiyallahu 'anhu dan Umar bin
Khatab radiyallahu 'anhu lebih mencintai kritikan? "Jika aku bertindak salah,
luruskanlah," kata Abu Bakar radiyallahu 'anhu saat pidato pertamanya sebagai
khalifah, tegas. Bahkan seorang rakyat dengan berani menghunus pedangnya apabila
Umar bin Khatab radiyallahu 'anhu nanti bertindak salah, dan beliau hanya
tersenyum saja.
Kritikan sangat berbeda dengan celaan. Kritikan yang
baik akan membuat orang lain bangkit dari kekhilafan, tetapi celaan akan
dilihatnya sebagai tantangan yang akan memancing lagi sikap kerasnya.
Sayang... sungguh teramat sayang, kadang kita lebih senang
mengendus-endus kesalahan saudara kita, lalu menggunjingkannya di mana-mana.
Menghina, menganggap remeh pendapat serta kerja mereka, gampang menilai orang
lain tak punya kemampuan, hingga dengan ringan melontarkannya dari lidah-lidah
yang memang tak bertulang.
AstaghfiruLLAH al 'adzim...
Pujian
yang ikhlas sebenarnya akan memberikan gugusan rang keyakinan, dan ia adalah
sebuah perasaan yang terpendam di lautan jiwa yang terdalam. Pun layaknya
seperti tanaman, ia-nya akan tumbuh subur apabila ada daya lain yang
menumbuhkan, dan salah satunya adalah pujian. Karena pujian adalah motivasi
untuk membina jatidiri seseorang.
Karena itu pula Aa' Gym pernah
berkata, "Belajarlah untuk senang dengan kesenangan orang lain, belajarlah untuk
memuji dan menghargai prestasi orang lain, belajarlah untuk menjadi bagian dari
kesuksesan orang lain, serta belajarlah untuk menikmati bagaimana diri kita
menjadi bagian dari keutamaan dan kemuliaan orang lain, insya Allah hidup akan
lebih nikmat, tentram dan bahagia."
Almarhum Pak Tino Sidin, telah
banyak mengajarkannya pada masa kecil kita.
Dari sebuah kata sederhana,
"Bagus... bagus..." mungkin tiada makna, tapi sebenarnya ia adalah sebuah
mutiara yang berbentuk ungkapan penghargaan, lahir dari hati yang bersih dan
jiwa yang besar. ALLAHua'lam bi shawab.
sumber : eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar