Baghdad mempunyai sejarah yang panjang dalam Islam. Baghdad diberi julukan
sebagai Madinatus Salam atau kota perdamaian dan dijadikan sebagai ibukota
kekhalifahan Islam Bani Abbasiyah. Adalah Harun Al Rasyid yang berhasil membawa
Baghdad menjadi kota yang makmur. Beliau membawa Baghdad mengalami masa keemasan
sebagai pusat kebudayaan dan perdagangan dunia Islam. Begitu pula ketika
khalifah dipegang oleh Al Ma'mun, seni literatur, teologi, filosofi, matematika,
dan ilmu pengetahuan lainnya mengalami masa kejayaan di kota Baghdad. Perlu
dicatat bahwa Al Khwarizmi peletak dasar aljabar dalam matematika berasal dari
Baghdad. Baghdad pun menjadi pusat ilmu pengetahuan dalam dunia
Islam.
Pada sekitar abad ke tujuh Hijriyah, terjadilah invasi
besar-besaran dari bangsa Mongol. Kita tahu bahwa Mongol dengan pemimpinnya
Genghis Khan akhirnya berhasil menguasai hampir sebagian besar Asia dan Eropa.
Tidak terkecuali juga kekhalifahan Islam. Baghdad sebagai kota terbesar dan
pusat dunia Islam menjadi target invasi pertama bangsa Mongol. Diutuslah Hulagu
Khan, cucu dari Genghis Khan untuk menginvasi Baghdad. Khalifah di Baghdad waktu
itu adalah Al Musta'sim, yang sudah siap untuk melawan bangsa Mongol demi
mempertahankan kota Baghdad.
Akan tetapi penasihat khalifah memberikan
saran agar mengadakan perjanjian damai dengan Mongol, sebenarnya penasihat
khalifah tersebut berkonspirasi dengan Mongol agar ia bisa dijadikan khalifah
selanjutnya. Untuk menghindari jatuh korban, Al Musta'sim menyetujui dan menemui
Hulagu di luar kota Baghdad.
Seperti sudah direncanakan, Al Musta'sim
dibunuh beserta semua delegasinya. Ada semacam pemikiran di kalangan bangsa
Mongol jika darah seorang pemimpin sampai menyentuh tanah dimana ia memimpin,
maka mereka akan kalah perang. Karenanya Al Musta'sim tidak dibunuh dengan
pedang tapi dimasukkan dalam karung dan karung tersebut ditombaki dan dinjak
dengan kuda. Naudzubillah min dzallik. Begitu pula dengan penasihat khalifah
yang berkonspirasi dengan bangsa Mongol sendiri turut dibunuh. Akhirnya masuklah
bangsa Mongol ke kota Baghdad.
Dimulailah pembantaian rakyat sipil yang
sama sekali tidak siap dengan perang. Mau tidak mau, kota Baghdad yang pada
waktu itu dipenuhi oleh ilmuwan, menyerah karena tidak bisa melawan. Namun
akhirnya rakyat sipil yang sudah menyerah itupun dibantai secara brutal. Begitu
pula dengan hasil karya mereka. Banjirlah Baghdad dengan merah, warna darah dan
hitam warna tinta dari literatur dan buku ilmu pengetahuan.
Setelah
hancurnya Baghdad satu persatu kota-kota Islam lainnya mulai berhasil dikuasai
Mongol. Sampai akhirnya Hulagu siap menginvasi Mesir, yang pada waktu itu
dipimpin oleh Khalifah Qutuz. Dikirimlah utusan dengan surat yang memerintahkan
Qutuz menyerah dan menyerahkan Mesir kepada Mongol. Qutuz sudah mendengar bahwa
bangsa Mongol merupakan bangsa yang susah ditaklukan, namun ia beriman kepada
Allah. Hanya Allah-lah yang patut untuk ditakuti. Karenanya tidak patut seorang
hamba Allah takut kepada sesama makhluk ciptaan-Nya. Ia merobek surat dan
memenggal utusan yang membawa surat itu dan digantung di pintu gerbang Kahera
(Kairo) untuk memicu semangat dan meningkatkan moral pasukan
Muslim.
Dengan jawaban seperti, Qutuz yakin bahwa ini akan mempercepat
invasi Mongol ke Mesir. Di Mesir pada waktu terjadi perpecahan antara umat
Islam. Dengan tujuan agar dapat membela Mesir dan Islam, Qutuz berhasil
menyatukan pihak-pihak yang berseturu di Mesir, seperti salah satu yang terkenal
adalah Sultan Mamluk, Baibar. Daripada menunggu diserang, Qutuz beserta semua
khalifah di Mesir berusaha memukul mundur pasukan Mongol di luar kota. Akhirnya
mereka bertemu di daerah Ain Jalut, sekitar Palestina utara. Pertempuran ini
dikenal sebagai Perang Ain Jalut. Mereka kuat dalam perlengkapan perang seperti
senjata, cadangan makanan, dan moral yang tinggi karena tidak pernah
terkalahkan, dan pengalaman perang. Sedangkan pasukan Islam dengan persiapan
seadanya, tapi dengan satu bekal kuat yaitu iman kepada Allah.
Ketika
pertempuran berlangsung, sepertinya kekalahan akan diterima oleh pasukan muslim.
Para pasukan terpukul mundur dan mulai kehilangan orang. Sementara pasukan
Mongol terus menekan pasukan Muslim. Menurut perhitungan, kekalahan tinggal
menunggu waktunya. Di saat banyak sudah korban berjatuhan, bertindak sebagai
seorang pemimpin, Qutuz tetap semangat dan berusaha untuk kembali mengembalikan
moral pasukan Muslim. Dengan menaiki sebongkah batu, beliau melepaskan pelindung
kepalanya dan meneriakkan salah satu kalimat yang historis dalam Islam,
"Islamah... Islamah..." yang berarti "Demi Islam... Demi Islam..." sambil
diiringi sedikit isak tangis. Mendengar kalimat itu, para panglima pasukan
Muslim yang tadinya mulai mundur, ikut mengumandangkan kalimat "Islamah...
Islamah.." Yang pada akhirnya diikuti oleh semua pasukan Muslim. Seakan-akan
mendapat energi baru untuk melawan, para panglima pasukan Muslim menerjang
pasukan Mongol. Dengan meneriakkan "Islamah... Islamah...", seluruh pasukan
muslim yang masih hidup maju tanpa takut nyawa akan hilang. Karena toh, mati di
medan perang adalah syahid.
Pada akhirnya Allah memberikan kemenangan
kepada pasukan Muslim dan mematahkan mitos bahwa pasukan Mongol tidak
terkalahkan. Dengan bantuan Allah semua itu bisa dilakukan. Pasukan Mongol
terpaksa mundur ke Baghdad. Kemenangan di perang Ain Jalut ini membuka jalan
untuk kembali mengembalikan Islam di Baghdad. Dengan bantuan Allah, akhirnya
Qutuz berhasil mengembalikan Islam ke Baghdad.
Kalau kita lihat cuplikan
sejarah Baghdad di atas, mungkin Anda akan merasakanb deja vu (terulang
kembali). Begitulah keadaannya. Kita pun akan melihat nantinya sekuat apapun
suatu kekuatan, insya Allah akan hancur seperti halnya pasukan Mongol. Demikian
pula ketika kita dalam keadaan yang mempunyai kekuatan, hendaknya berlaku adil.
Hal ini terjadi ketika khalifah Qutuz kembali meng-Islamkan Baghdad, dimana
banyak penduduk Mongol yang menyerah. Mereka tidak dibunuh, mereka tidak
disakiti, mereka dibiarkan hidup. Yang pada akhirnya... mereka memeluk Islam.
Subhanallah. Wallahu'alam bishshawab. (Kompilasi dari berbagai sumber/Zulfikar
S. Dharmawan/zulfikar@ukhuwah.or.id)
sumber :
eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar