Jumat, 12 Februari 2016

Din Itu Nasihat

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Dariy r.a., bahwasanya Nabi saw. bersabda yang artinya, "Din itu adalah nasihat." Kami bertanya, "Kepada siapa?" Beliau menjawab, "Kepada Allah, kepada kitab-Nya, kepada Rasul-Nya, kepada pemimpin kaum muslimin, dan kepada segenap kaum muslimin pada umumnya." (HR Muslim)

Pengertian Nasihat

Kata nasihat berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata kerja nashaha yang berarti murni atau bersih dari segala kotoran, tetapi bisa juga berarti menjahit. Imam Al-Khaththabi r.a. menjelaskan arti kata nasihat sebagaimana dinukil oleh Imam Ibnu Rajab r.a. dalam kitabnya, Jami'atul Ulum wal-Hikam, "Nasihat adalah kata untuk menerangkan suatu pengertian, yaitu keinginan kebaikan untuk orang yang dinasihati."

Adapun sabda Rasulullah saw. bahwa din itu adalah nasihat, hal itu bukan berarti bahwa nasihat itu merupakan keseluruhan dari din ini, tetapi maknanya sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Daqiqil Ied dalam syarah Al-Arbain an-Nawawiyah bahwa nasihat itu merupakan tiang serta tonggak dari din ini, sebagaimana sabda beliau, "Haji itu Arafah."

Pengertian Nasihat kepada Allah

Imam Al-Khaththabi rhm. berkata, "Hakikat kata kepada Allah sesungguhnya kembali kepada hamba itu sendiri dalam nasihatnya kepada diri sendiri, karena Allah tidak membutuhkan nasihat."

Pengertian nasihat kepada Allah adalah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, baik perintah yang wajib maupun yang sunah, begitu pula meninggalkan larangan yang makruh, lebih-lebih yang haram.

Dan, kewajiban yang paling utama adalah mentauhidkan Allah. Setiap muslim wajib meyakini bahwa Allah adalah pencipta, pemilik, pemelihara, dan pengatur. Dialah yang menghidupkan dan mematikan serta memberi rezeki kepada kita semua.

Apabila demikian keadaannya, wajib bagi setiap muslim beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Ia harus meyakini tidak ada yang dapat memberikan manfaat atau madarat, kecuali Allah semata. Dia harus mengenal nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya sesuai yang ditetapkan Allah dalam kitab-Nya atau melalui lisan Rasul-Nya, tanpa mengubah arti yang sesungguhnya, tanpa mengingkarinya, tanpa menyerupakan dengan makhluk-Nya, dan tanpa menanyakan kaifiyahnya (bagaimananya). Inilah yang dipahami oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya serta orang-orang yang beriman yang mengikuti jejak mereka. Barang siapa mengikuti jalan selain jalan mereka, maka orang tersebut sesat dan diancam oleh Allah dengan api neraka Jahannam.

Allah berfirman, "Dan barang siapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu. Dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali." (An-Nisa: 115).

Seseorang yang beribadah kepada Allah semata, ia pasti mencintai-Nya dan mengharapkan rahmat-Nya serta takut akan azab dan siksa-Nya.

Imam Ibnu Qayim al-Jauziyah dalam kitabnya, Raudhatul Muhibbin wa-Nuzhatul Musytaqin, menerangkan tentang tanda-tanda orang yang cinta kepada Allah, di antaranya tunduk dan patuh kepada Allah, selalu ingat kepada-Nya, mencintai apa yang dicintai-Nya, dan membenci apa yang dibenci-Nya, lebih mengutamakan rida Allah daripada rida makhluk-Nya, sabar dan rida atas musibah yang menimpanya, memiliki kecemburuan terhadap Allah, yakni apabila dia akan marah jika aturan-aturan Allah dilanggar, selalu berupaya menegakkan agama Allah, berdakwah mengajak manusia ke jalan Allah, berjihad di jalan Allah dengan harta maupun jiwanya.

Pengertian Nasihat kepada Kitab Allah

Imam Muhammad bin Nashr al-Marwazi rhm. dalam kitabnya, Ta'dzimu Qadris Shalah, mengatakan, "Sedangkan nasihat kepada kitab Allah adalah dengan mengagungkan dan mencintainya. Karena, Alquran adalah kalamullah. Lalu, memiliki perhatian dan keinginan yang kuat untuk memahaminya, mempelajari dengan didasari rasa cinta kepadanya, serius dan penuh konsentrasi pada saat membacanya agar dapat memahami sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Selanjutnya, ia dituntut mengamalkan seluruh isi Alquran, berakhlak dengan akhlaknya dan beradab dengan adabnya, setelah itu ia harus menyebarluaskannya kepada manusia apa yang telah ia pahami."

Untuk memahami Alquran dengan pemahaman yang benar, seseorang haruslah memahami metode yang benar pula. Imam Ibnu Katsir rhm. menjelaskan dalam Muqaddimah Tafsir Alquran al-Adzim, "Sebenar-benar metode tafsir adalah penafsiran Alquran dengan sunah, penafsiran Alquran dengan ucapan para sahabat, dan penafsiran Alquran dengan ucapan tabi'in."

Adapun penafsiran Alquran dengan ra'yu (pendapat) semata hukumnya adalah haram. Demikian sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Islam Ibnu Taimiyah rhm. (Al-Muqaddimah fi Ushulit Tafsir).

Pengertian Nasihat kepada Rasulullah

Setiap muslim harus mengetahui sejarah hidup Rasulullah saw. dan mengerahkan segala kemampuannya untuk taat, membela, dan menolongnya. Seseorang yang bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, berarti dia harus membenarkan segala apa yang diberitakan beliau meskipun tidak masuk akal, menaati segala yang diperintahkannya dan menjauhi segala yang dilarangnya serta beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan beliau.

Seorang muslim harus yakin pula bahwa Nabi Muhammad saw. mendapat hak dari Allah untuk mewajibkan atau mengharamkan sesuatu meskipun tidak terdapat dalam Alquran. (Ar-Risalah, Imam Syafii).

Firman Allah, "(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan mereka segala yang baik dan mengharamkan mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Alquran), mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Al-A'raf: 157).

Orang-orang yang menang adalah yang membawa kecintaan dan ketaatan pada jejak beliau, sedang orang-orang yang merugi adalah yang terhalang dari mengikuti ajarannya. Barang siapa taat kepada beliau, maka berarti taat kepada Allah; dan barang siapa menentangnya, berarti dia telah menentang Allah, dan kelak akan mendapat balasan yang setimpal.

Pengertian Nasihat kepada Para Pemimpin Muslim

Syekh Muhammad Hayat as-Sindy rhm. dalam kitabnya, Syarahul Arba'in an-Nawawiyah, berkata, "Yang dimaksud para pemimpin muslim adalah para penguasa mereka. Seorang muslim haruslah menerima, mendengar, dan taat kepada para penguasa selama yang diperintahkan bukan maksiat. Sebab, tidak boleh taat kepada makhluk dalam hal kemaksiatan terhadap Allah Maha Pencipta. Tidak boleh memerangi mereka selama mereka belum kafir, berusaha memperbaiki keadaan mereka, meluruskan kesalahan mereka dengan jalan amar makruf nahi mungkar, mendoakan mereka agar mendapatkan kebaikan, karena kebaikan mereka berarti kebaikan bagi rakyat, dan kerusakan mereka berarti kerusakan bagi rakyat."

Pengertian Nasihat kepada Kaum Muslimin pada Umumnya

Setiap muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Rasulullah saw. menggambarkan perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal cinta, kasih sayang, dan kelembutan antar-sesama mereka bagaikan satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang merasa sakit, seluruh tubuh merasakan sakit pula sehingga tidak dapat tidur.

Seorang muslim haruslah mencintai kaum muslimin sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, turut serta memikirkan dan memudahkan urusan mereka, turut bersedih atas kesedihan mereka, tidak menipu mereka, tidak menzalimi mereka dalam bentuk apa pun, membela orang-orang yang dizalimi tanpa pamrih semata-mata mencari rida Allah, tidak menimbun barang sehingga harganya melambung tinggi, mengajak mereka ke dalam kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran dan kesesatan, mengasihi yang lebih muda dan menghormati yang lebih tua di antara mereka.

sumber: Jeddah Dakwah Centre (JDC) Series on Islam

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia 

Demokrasi Dalam Pandangan Syariat

Saat ini umat Islam dihadapkan pada kenyataannya bahwa khilafah Islamiyah yang tadinya besar itu telah dipecah-pecah oleh penjajah menjadi negeri kecil-kecil dengan sistem pemerintahan yang sekuler. Namun mayoritas rakyatnya Islam dan banyak yang masih berpegang teguh pada Islam. Sedangkan para penguasa dan pemegang keputusan ada di tangan kelompok sekuler dan kafir, sehingga syariat Islam tidak bisa berjalan. Karena mereka menerapkan sistem hukum yang bukan Islam dengan format sekuler dengan mengatasnamakan demokrasi.

Meski prinsip demokrasi itu lahir di barat dan begitu juga dengan trias politikanya, namun tidak selalu semua unsur dalam demokrasi itu bertentangan dengan ajaran Islam. Bila kita jujur memilahnya, sebenarnya ada beberapa hal yang masih sesuai dengan Islam. Beberapa diantaranya yang dapat kami sebutkan antara lain adalah :

Prinsip syura (musyawarah) yang tetap ada dalam demokrasi meski bila deadlock diadakan voting. Voting atau pengambilan suara itu sendiri bukannya sama sekali tidak ada dalam syariat Islam. Begitu juga dengan sistem pemilihan wakil rakyat yang secara umum memang mirip dengan prinsip ahlus syuro. Memberi suara dalam pemilu sama dengan memberi kesaksian atas kelayakan calon.

Termasuk adanya pembatasan masa jabatan penguasa. Sistem pertanggung-jawaban para penguasa itu di hadapan wakil-wakil rakyat. Adanya banyak partai sama kedudukannya dengan banyak mazhab dalam fiqih.

Namun memang ada juga yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam, yaitu bila pendapat mayoritas bertentangan dengan hukum Allah. Juga praktek-praktek penipuan, pemalsuan dan penyelewengan para penguasa serta kerjasama mereka dalam kemungkaran bersama-sama dengan wakil rakyat. Dan yang paling penting, tidak adanya ikrar bahwa hukum tertinggi yang digunakan adalah hukum Allah SWT.

Namun sebagaimana yang terjadi selama ini di dalam dunia perpolitikan, masing penguasa akan mengatasnamakan demokrasi atas pemerintahannya meski pelaksanaannya berbeda-beda atau malah bertentangan dengan doktrin dasar demokrasi itu sendiri.

Sebagai contoh, dahulu Soekarno menjalankan pemerintahannya dengan gayanya yang menurut lawan politiknya adalah tiran, namun dengan tenangnya dia mengatakan bahwa pemerintahannya itu demokratis dan menamakannya dengan demokrasi terpimpin.

Setelah itu ada Soeharto yang oleh lawan politiknya dikatakan sebagai rezim yang otoriter, namun dia tetap saja mengatakan bahwa pemerintahannya itu demokratis dan menamakannya demokrasi pancasila. Di belahan dunia lain kita mudah menemukan para tiran rejim lainnya yang nyata-nyata berlaku zalim dan memubunuh banyak manusia tapi berteriak-teriak sebagai pahlawan demokrasi. Lalu sebenarnya istilah demokrasi itu apa ?

Istilah demokrasi pada hari ini tidak lain hanyalah sebuah komoditas yang sedang ngetrend digunakan oleh para penguasa dunia untuk mendapatkan kesan bahwa pemerintahannya itu baik dan legitimate. Padahal kalau mau jujur, pada kenyataannya hampir-hampir tidak ada negara yang benar-benar demokratis sesuai dengan doktrin dasar dari demokrasi itu sendiri.

Lalu apa salahnya ditengah ephoria demokrasi dari masyarakat dunia itu, umat Islam pun mengatakan bahwa pemerintahan mereka pun demokratis, tentu demokrasi yang dimaksud sesuai dengan maunya umat Islam itu sendiri.

Kasusnya sama saja dengan istilah reformasi di Indoensia. Hampir semua orang termasuk mereka yang dulunya bergelimang darah rakyat yang dibunuhnya, sama-sama berteriak reformasi. Bahkan dari sekian lusin partai di Indonesia ini, tidak ada satu pun yang tidak berteriak reformasi. Jadi reformasi itu tidak lain hanyalah istilah yang laku dipasaran meski -bisa jadi- tak ada satu pun yang menjalankan prinsipnya.

Maka tidak ada salahnya pula bila pada kasus-kasus tertentu, para ulama dan tokoh-tokoh Islam melakukan analisa tentang pemanfaatan dan pengunaan istilah demokrasi yang ada di negara masing-masing. Lalu mereka pun melakukan evaluasi dan pembahasan mendalam tentang kemungkinan memanfaatkan sistem yang ada ini sebagai peluang menyisipkan dan menjalankan syariat Islam.

Hal itu mengingat bahwa untuk langsung mengharapkan terwujudnya khilafah Islamiyah dengan menggunakan istilah-istilah baku dari syariat Islam mungkin masih banyak yang merasa risih. Begitu juga untuk mengatakan bahwa ini adalah negara Islam yang tujuannya untuk membentuk khilafah, bukanlah sesuatu yang dengan mudah terlaksana.

Jadi tidak mengapa kita sementara waktu meminjam istilah-isitlah yang telanjur lebih akrab di telinga masyarakat awam, asal di dalam pelaksanaannya tetap mengacu kepada aturan dan koridor syariat Islam.

Bahkan sebagian dari ulama pun tidak ragu-ragu menggunakan istilah demokrasi, seperti Ustaz Abbas Al-`Aqqad yang menulisbuku ‘Ad-Dimokratiyah fil Islam’. Begitu juga dengan ustaz Khalid Muhammad Khalid yang malah terang-terangan mengatakan bahwa demokrasi itu tidak lain adalah Islam itu sendiri.

Semua ini tidak lain merupakan bagian dari langkah-langkah kongkrit menuju terbentuknya khilafah Islamiyah. Karena untuk tiba-tiba melahirkan khilafah, tentu bukan perkara mudah. Paling tidak, dibutuhkan sekian banyak proses mulai dari penyiapan konsep, penyadaran umat, pola pergerakan dan yang paling penting adalah munculnya orang-orang yang punya wawasan dan ekspert di bidang ketata-negaraan, sistem pemerintahan dan mengerti dunia perpolitikan.

Dengan menguasai sebuah parlemen di suatu negara yang mayoritas muslim, paling tidak masih ada peluang untuk ‘mengislamisasi’ wilayah kepemimpinan dan mengambil alihnya dari kelompok anti Islam. Dan kalau untuk itu diperlukan sebuah kendaraan dalam bentuk partai politk, juga tidak masalah, asal partai itu memang tujuannya untuk memperjuangkan hukum Islam dan berbasis masyarakat Islam. Partai ini menawarkan konsep hukum dan undang-undang Islam yang selama ini sangat didambakan oleh mayoritas pemeluk Islam. Dan di atas kertas, hampir dapat dipastikan bisa dimenangkan oleh umat Islam karena mereka mayoritas. Dan bila kursi itu bisa diraih, paling tidak, secara peraturan dan asas dasar sistem demokrasi, yang mayoritas adalah yang berhak menentukan hukum dan pemerintahan.

Umat Islam sebenarnya mayoritas dan seharusnya adalah kelompok yang paling berhak untuk berkuasa untuk menentukan hukum yang berlaku dan memilih eksekutif (pemerintahan). Namun sayangnya, kenyataan seperti itu tidak pernah disadari oleh umat Islam sendiri. Tanpa adanya unsur umat Islam dalam parlemen, yang terjadi justru di negeri mayoritas Islam, umat Islammnya tidak bisa hidup dengan baik. Karena selalu dipimpin oleh penguasa zalim anti Islam. Mereka selalu menjadi penguasa dan umat Islam selalu jadi mangsa.

Kesalahannya antara lain karena persepsi sebagian muslimin bahwa partai politik dan pemilu itu bid`ah. Sehingga yang terjadi, umat Islam justru ikut memilih dan memberikan suara kepada partai-partai sekuler dan anti Islam. Karena itu sebelum mengatakan mendirikan partai Islam dan masuk parlemen untuk memperjuangkan hukum Islam itu bid`ah, seharusnya dikeluarkan dulu fatwa yang membid`ahkan orang Islam bila memberikan suara kepada partai non Islam. Atau sekalian fatwa yang membid`ahkan orang Islam bila hidup di negeri non-Islam.

Partai Islam dan Parlemen adalah peluang Dakwah:
Karena itu peluang untuk merebut kursi di parlemen adalah peluang yang penting sebagai salah satu jalan untuk menjadikan hukum Islam diakui dan terlaksana secara resmi dan sah. Dengan itu, umat Islam punya peluang untuk menegakkan syariat Islam di negeri sendiri dan membentuk pemerintahan Islam yang iltizam dengan Al-Quran dan Sunnah.

Tentu saja jalan ke parlemen bukan satu-satunya jalan untuk menegakkan Islam, karena politik yang berkembang saat ini memang penuh tipu daya. Lihatlah yang terjadi di AlJazair, ketika partai Islam FIS memenangkan pemilu, tiba-tiba tentara mengambil alih kekuasaan. Tentu hal ini menyakitkan, tetapi bukan berarti tidak perlu adanya partai politik Islam dan pentingnya menguasai parlemen. Yang perlu adalah melakukan kajian mendalam tentang taktik dan siasat di masa modern ini bagaimana agar kekuasaan itu bisa diisi dengan orang-orang yang shalih dan multazim dengan Islam. Agar hukum yang berlaku adalah hukum Islam.

Selain itu dakwah lewat parlemen harus diimbangi dengan dakwah lewat jalur lainnya, seperti pembinaan masyarakat, pengkaderan para teknokrat dan ahli di bidang masing-masing, membangun SDM serta menyiapkan kekuatan ekonomi. Semua itu adalah jalan dan peluang untuk tegaknya Islam, bukan sekedar berbid`ah ria.


Pusat Konsultasi Syariah

Da'wah Jahiliyah Versus Da'wah Islamiyah

Dakwah, seruan atau panggilan pada suatu ideologi tertentu saat ini berkecamuk menyerang fikiran manusia. Merebut minat dan perhatian, serta menyedot dan menghabiskan potensi mereka.

Ummat Islam merupakan sasaran paling empuk serbuan gelombang pemikiran musuh-musuhnya. Sehingga, di manapun kita berada selalu dihadapkan pada sejumlah gagasan dan fikiran, sejumlah pendapat dan kecenderungan, serta sejumlah contoh dan realitas yang bertentangan dengan Islam. Semuanya dijajakan, ditawarkan, bahkan dipaksakan oleh pendukung-pendukung kebatilan. Seruan-seruan ini berpangkal pada kejahilan dan keraguan terhadap Islam, malahan seringkali bersumber dari kebencian dan permusuhan. Di antaranya ada yang nyata-nyata mengajak pada kekejian dan kemungkaran, menyeru pada kultus individu, kebanggaan golongan, suku atau bangsa. Seluruhnya membawa pada permujaan syahwat dan keruntuhan moral.

Uniknya, pemikiran-pemikiran jahili itu tampil samar-samar, dibungkus dan dikemas indah dalam hiasan seni dan hiburan, atau disajikan dalam program pendidikan sebagai suatu kebenaran. Ia didukung oleh saran-sarana propaganda yang lengkap dan canggih. Tidak hanya pidato, makalah, brosur atau surat menyurat. Tapi juga majalah, surat kabar, buku-buku ilmiah, novel, radio, video dan televisi, film serta alat-alat propaganda lainnya.

Teknologi kornunikasi yang seharusnya menjadi milik ummat Islam sebagai khalifatullah fil ardhi, dipenuhi dengan racun pemikiran yang menyesatkan dan menjauhkan ummat dari Dienullah. Serangan bertubi-tubi dari berbagai arah yang menghantam dan merontokkan akidah, pemikiran, dan moralitas ummat Islam ini, sesungguhnya merupakan realisasi program syaitan yang hendak menghancurkan peradaban manusia. "Hai orang-orang, yang beriman, jangan. lah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar." (QS. 24 : 21)

Kelicikan tipu daya syaitan inilah yang menjadi inti dan jiwa dakwah jahiliyah di sepanjang masa. Sejak dahulu syaitan telah mencanangkan rencananya yang lihai untuk menjebak ummat manusia pada jurang-jurang kesesatan dan kebathilan. Iblis berkata, "Wahai Rabbku, oleh sebab Engkau memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semua."

Untuk melaksanakan programnya, syaitan berserikat dengan hal-hal yang disenangi manusia dan merasuk dalam syahwat hawa nafsunya. Kecenderungan terhadap harta, wanita, dan kemasyhuran merupakan perangkap yang menjerat manusia menjadi budak-budak dan pengikut syaitan.

Inilah dakwah jahiliyyah yang berjalan fi sabilith thagut, didukung oleh iblis dan kawanan Hizbusy-syaiton (kelompok syaitan) tiada henti-hentinya memerangi orang-orang yang beriman dengan berbagai tipu daya dengan target menjauhkan manusia dari jalan Allah. Mereka tidak akan puas sebelum masnusia menjadi kafir dan menyembah hawa nafsu atau memuja selain Allah.

Thagut atau tirani adalah segala sesuati yang disembah selain Allah dan menjadi motor utama kemusyrikan dan kekafiran. Ia ingin menjadi penguasa dengan merampas hak-hak Allah dan memerangi pengikut-pengikut dienullah. "Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thagut, sebab itu perangilah kawaw-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu lemah ". (QS. 4 : 76).

Ketangguhan Dakwah Islamiyah

Tipu daya syaitan teramat lemah karena tidak dapat menyelewengkan orang-orang beriman yang ikhlas berjuang fi sabilillah. Mereka adalah para penyeru ke jalan Allah dengan mengikuti program yang telah ditetapkan-Nya, serta bersabar dalam menempuh perjalanan dakwahnya.

Inti kekuatan dakwah Islamiyah menghadapi dakwah jahiliyah terletak pada keikhlasan, kebersihan motivasi dan ketulusan hati para da'i di jalan Allah. Manakala keikhlasan itu hilang, lenyap pulalah pertolongan Allah pada mereka. Tatkala dakwah itu bukan untuk meninggikan kalimat Allah semata, tetapi untuk kepentingan pribadi, golongan, atau bangsa sendiri, rontoklah seluruh, kekuatannya.

Dakwah islmiyah akan mencapai kejayaan dan kemenangan jika dilandasi sikap furqan, yang menolak segala kebatilan dan penyelewangan betapapun kecilnya, serta menerima totalitas Islam dengan penuh keikhlasan. "Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. Hai orang-orang yang beriman, masuklah kami kedalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah (program/perencanaan) syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. 2: 207 - 208).

Orang - orang yang ikhlas ini harus bergabung dalam satu barisan dakwah dengan program yang jelas dan organisasi yang rapi. Hizbusy syaitan mesti dilawan oleh Hizbullah yang secara ofensif menyeru ke jalan Allah dan memerangi setiap penghalang dakwah.

Hizbulllah adalah pola para Rasul, utusan Allah, dalam menyeru masnusia pada kebenaran. Siapa pun yang ikhlas memperjuangkan Dienullah dan mengikuti pola mereka serta siap menjadi tentara Allah dapat bergabung dengan Hizbullah. Allah menjanjikan kemenangan pada mereka.

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (dien) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. 47: 7)

"Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi Rasul, (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang." (QS. 37: 171 - 173)

"Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya hizbullah (golongan Allah) itulah yang pasti menang." (QS. 5: 56)

Dakwah islmiyah yang digerakkan oleh hizbullah dapat memporak porandakan musuh-musuh Islam, menghancurkan kekuatan mereka, serta melenyapkan kesombongan para tirani dan syaitan. Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.

Barangkali ada orang yang berkata, "Jika hizbullah itu pasti menang, mengapakah pengikut para Rasul itu harus mengalami ujian berupa siksaan dan kesengsaraan yang berat seperti yang dialami oleh Rasulullah dan sahabat-sahabatnya dahulu?".

Penderitaan dan kesengsaraan itu sesungguhnya bukan satu kekalahan. Ia merupakan suatu ujian Allah untuk menempa hamba-hamba-Nya menjadi manusia yang dicintai-Nya dan sanggup memikul risalah-Nya. Menentukan siapakah diantara mereka yang benar-benar berjuang di jalan Allah dan siapakah yang berdusta.

Kemenangan dalam timbangan Hizbullah bukan semata kemenangan duniawi, tetapi yang paling utama adalah kemenangan imani dan ukhrawi. Dakwah Islamiyah tidak berorientasi pada hasil di dunia, tetapi pada mutu kerja yang sesuai dengan program Allah di dunia, dan balasan Allah di Akhirat. Dakwah islamiyah akan senantiasa tangguh menghadapi dakwah jahiliyah jika bertumpu pada Hizbullah dan orientasinya.

sumber :tarbiyah.pk.or.id

Dari Lingkungan Hidupnya Anak-anak Belajar

Jika anak banyak dicela,
Ia akan terbiasa menyalahkan.

Jika anak banyak dimusuhi,
Ia akan terbiasa menentang.

Jika anak dihantui ketakutan,
Ia akan terbiasa merasa cemas.

Jika anak banyak dikasihani,
Ia akan terbiasa meratapi nasibnya.

Jika anak banyak dikelilingi olok-olok,
Ia akan terbiasa menjadi pemalu.

Jika anak dikitari rasa iri,
Ia akan terbiasa merasa bersalah.

Jika anak serba mengerti,
Ia akan terbiasa menjadi penyabar.

Jika anak banyak dipuji,
Ia akan terbiasa menghargai.

Jika anak diterima oleh lingkungannya,
Ia akan terbiasa menyayangi.

Jika anak tidak banyak dipersalahkan,
Ia akan senang menjadi dirinya sendiri.

Jika anak mendapat pengakuan dari kanan kiri,
Ia akan terbiasa menetapkan arah langkahnya.

Jika anak diperlakukan dengan jujur,
Ia akan terbiasa melihat kebenaran.

Jika anak banyak ditimang tanpa berat sebelah,
Ia akan banyak melihat kebenaran.

Jika anak mengenyam rasa aman,
Ia akan mempercayai orang disekitarnya.

Jika anak banyak dikerumuni keramahan,
Ia akan terbiasa berpendirian.

“Sungguh indah dunia ini, Bagaimanakah anak anda?”

(Dorothi lownolte : children learn what they live with)


sumber : majalah safina

Cukuplah Kematian Sebagai Nasihat

“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)

Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang.

Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.

1. Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga
Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.

Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”

Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, “Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan.” Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.

Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44, “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul….”

2. Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa
Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya.

Lalu, masih kurang patutkah kita dikatakan orang gila ketika bersikeras akan tetap selamanya menjadi tokoh yang kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir.

Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Silakan kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya. Silakan kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran.

Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naif kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.

3. Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa
Fikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu.

Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang.

Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.

Ternyata, semua hanya peran. Dan pemilik sebenarnya hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah. Lalu, dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa. Dan, bukan siapa-siapa. Kecuali, hanya hamba Allah. Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.

4. Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara
Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.

Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa, segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.

5. Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga
Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.

Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…” dengan menyebut, “Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah.” (Dunia adalah ladang buat akhirat)

Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.


sumber : Saksi-Online

Ciri Khas Makki dan Madani

Para ulama telah meneliti surah-surah Makki dan Madani; dan menyimpulkan beberapa ketentuan analogis bagi keduanya, yang menerangkan cirri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang dibicarakannya. Dari situ mereka dapat menghasilkan kaidah-kaidah dengan ciri-ciri tersebut.

Ketentuan Makki dan Ciri Khas Temanya

Setiap surah yang didalamnya mengandung "sajdah" maka surah itu Makki.

Setiap surah yang mengandung lafal kalla , berarti Makki. Lafal ini hanya terdapat dalam separuh terakhir dari Qur'an. Dan disebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali dalam lima belas surah.

Setiap surah yang mengandung ya ayyuhan nas dan tidak mengandung ya ayyuhal lazina amanu, berarti Makki, kecuali surah al-Hajj yang pada akhir surah terdapat ya ayyuhal lazina amanu-rka u wasjudu.Namun demikian sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat Makki.

Setiap surah yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makki, kecuali surah Baqarah.

Setiap surah yang mengandung kisah Adam dan Iblis adalah Makki, kecuali surah Baqarah.

Setiap surah yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan, seperti Alif Lam Mim, Alif Lam Ra, Ha Mim dan lain-lainnya, adalah Makki, kecuali surah Baqarah dan Ali 'Imran. Sedang surah Ra'd masih diperselisihkan.

Ini adalah dari segi ketentuan, sedang dari segi ciri tema dan gaya bahasa dapatlah diringkas sebagai berikut:

Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah , kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan siksaannya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniah.

Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat; dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.

Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran bagi mereka sehingga mengetahui nasib orang yang mendustakan sebelum mereka; dan sebagai hiburan buat Rasulullah sehingga ia tabah dalam menghadapi gangguan mereka dan yakin akan menang.

Suku katanya pendek-pendek disertai kata-kata yang mengesankan sekali, pernyataannya singkat, di telinga terasa menembus dan terdengar sangat keras, menggetarkan hati, dan maknanya pun meyakinkan dengan diperkuat lafal-lafal sumpah; seperti surah-surah yang pendek-pendek. Dan perkecualiannya hanya sedikit.

Ketentuan Madani dan Ciri Khas Temanya

Setiap surah yang berisi kewajiban atau had (saksi) adalah Madani.

Setiap surah yang di dalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah Madani, kecuali surah al-'Ankabut adalah Makki.

Setiap surah yang di dalamnya terdapat dialog dengan ahli Kitab adalah Madani.

Ini dari segi ketentuan, sedang dari segi cirri khas tema dan gaya bahasa dapatlah diringkaskan sebagai berikut:

Menjelaskan ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan internasional, baik di waktu damai maupun perang, kaidah hukum dan masalah perundang-undangan.

Seruan terhadap Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki di antara sesama mereka.

Menyingkap perilaku orang munafig, menganalisis kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan behwa ia berbahaya bagi agama.

Suku kata dan ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.

sumber: Mabaahits fii uluumil Quran, Manna' Khalil al-Qahtan.

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia 

Kamis, 11 Februari 2016

Profesor William, Menemukan Tumbuhan Yang Bertasbih

Profesor William
Profesor William, Menemukan Tumbuhan Yang Bertasbih

Sebuah majalah sains terkenal, Journal of Plant Molecular Biologies, mengungkapkan hasil penelitian yang dilakukan sebuah tim ilmuwan Amerika Serikat tentang suara halus yang tidak bisa didengar oleh telinga biasa (ulstrasonik), yang keluar dari tumbuhan. Suara tersebut berhasil disimpan dan direkam menggunakan alat perekam canggih.

Dari alat perekam itu, getaran ultrasonik kemudian diubah menjadi menjadi gelombang elektrik optik yang dapat ditampilkan ke layar monitor. Dengan teknologi ini, getaran ultrasonik tersebut dapat dibaca dan dipahami, karena suara yang terekam menjadi terlihat pada layar monitor dalam bentuk rangkaian garis. 

Para ilmuwan ini lalu membawa hasil penemuan mereka ke hadapan tim peneliti Inggris di mana salah seorangnya adalah peneliti muslim. Yang mengejutkan, getaran halus ultrasonik yang tertransfer dari alat perekam menggambarkan garis-garis yang membentuk lafadz Allah dalam layar. Para ilmuwan Inggris ini lantas terkagum-kagum dengan apa yang mereka saksikan.

Peniliti muslim ini lalu mengatakan jika temuan tersebut sesuai dengan keyakinan kaum muslimin sejak 1400 tahun yang lalu. Para ilmuwan AS dan tim peneliti Inggris yang mendengar ucapan itu lalu memintanya untuk menjelaskan lebih dalam maksud yang dikatakannya.

Sang peneliti muslim kemudian membaca ayat dalam Alquran yang berbunyi:
"Bertasbih kepada-Nya langit yang tujuh, dan bumi (juga), dan segala yang ada di dalamnya. Dan tidak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun, lagi Maha Pengampun," (QS Isra: 44).

Setelah menjelaskan tentang Islam dan ayat tersebut, sang peneliti muslim itu memberikan hadiah berupa mushaf Alquran dan terjemahanya kepada Profesor William, salah satu anggota tim peneliti Inggris.

Selang beberapa hari setelah peristwa itu, Profesor William berceramah di Universitas Carnegie Mellon. Ia mengatakan:

"Dalam hidupku, aku belum pernah menemukan fenomena semacam ini selama 30 tahun menekuni pekerjaan ini, dan tidak ada seorang ilmuwan pun dari mereka yang melakukan pengkajian yang sanggup menafsirkan apa makna dari fenomena ini. Begitu pula tidak pernah ditemukan kejadian alam yang bisa menafsirinya. Akan tetapi, satu-satunya tafsir yang bisa kita temukan adalah dalam Alquran. Hal ini tidak memberikan pilihan lain buatku selain mengucapkan Syahadatain," demikian ungkapan William.

Sumber : http://mujahidah213.blogspot.co.id