Ada sebuah wacana menarik ketika seorang anak muda melontarkan pertanyaan kepada
seorang Ustadz.
“Ustadz, Allah jugakah yang mentakdirkan manusia dosa
?”, tanya pemuda itu membuka percakapan.
“Manusia itu sudah diberi akal
untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang berpahala dan
mana yang dosa. Jadi manusia itulah pada hakekatnya yang mendhalimi dirinya
sendiri, sehingga dia terjerumus dalam dosa”, jawab sang ustadz dengan senyum
ramah di bibirnya.
“Jadi, kuncinya pada akal manusia ?”.
“Ya,
justru itulah yang membedakan manusia dengan hewan atau makhluk lain”.
“Lalu, siapa yang menggerakkan akal sehingga dia bisa memilih jalan
sorga atau neraka ?”, anak muda itu terus mengejar dengan pertanyaan.
“Faktor utama kualitas output itu ditentukan oleh kualitas input. Itulah
hukum dasar produksi; yang juga berlaku untuk akal kita. Analoginya, kalau
bahannya cuma semen, pasir dan air, mustahil bagi kita untuk membuat ubin
marmer. Ubin marmer inputnya ya marmer. Artinya, agar otak kita memutuskan jalan
sorga, inputnya harus amal kebaikan. Misalnya pengajian, tartil Qur’an, majelis
taklim, teman sholeh/sholekhah dan segala tuntunan Qur’an – Hadist.”
“Siapa yang menggerakkan hati sehingga mampu memilih input dengan
kualitas surga ?”
“Allahlah Sang Muqollibal Qulub (Pembolak Balik
Hati)”, jawab Sang Ustadz dengan mantap.
“Jadi artinya Allah penentu
“input surga” sebagai konsumsi otak manusia sehingga dia mampu memilih jalan ke
surga. Allah juga penentu “input neraka” sebagai konsumsi otak manusia sehingga
dia memilih jalan dosa. Bisakah saya menyimpulkan bahwa Allah juga yang
menentukan manusia dosa ?”,
Si anak muda tadi berusaha menyimpulkan dari
obrolan dengan sang ustadz.
Sang ustadz hanya tersenyum dengan kerut
didahinya. Ia lalu mengatakan, "Demi Allah; tidak ada selembar daun keringpun
yang jatuh tanpa izin-Nya. Tidak ada setetes darahpun yang mengalir dalam tubuh
ini tanpa izin-Nya. Tidak ada kematian seserat neuronpun di otak kita tanpa
seizin-Nya. Tidak ada setitik pikiran dan seucap katapun yang sanggup
dilontarkan manusia tanpa seizin-Nya. Allahlah yang memberi hidayah manusia
sehingga suatu kebaikan ringan dia kerjakan."
Mari ikuti beberapa uraian
berikut. Shalat sudah menjadi kebutuhan, ucapan santun menjadi trade mark dan
ibadah apapun terasa nikmat. Namun kadang kondisi ini membuat manusia makin
lalai. Bukan lalai pada Tuhannya, tapi yang paling sering adalah lalai pada
saudara sesama muslimnya. Dia berfikir bahwa orang setingkat dia harus hidup
dengan komunitasnya. Dia takut kalau orang yang keimanannya dibawahnya, atau
jauh dibawahnya akan memberi dampak negatif bagi perkembangan rohaninya.
Walhasil, dia hanya hidup di kalangan komunitas exclusive bikinannya sendiri.
Kalau kondangan saja, dia selalu ngumpul sesama “jalur” dan tidak membaur.
Sukanya mengorek kekurangan kelompok lain dan merasa diri/kelompoknyalah yang
paling hebat.
Inilah sisi lain yang dengan kasih sayang-Nya, Allah
berusaha mengubah dengan “takdir lain”. Dia takdirkan dosa dengan apapun
penyebab yang mungkin. Shalat tahajjud sampai kelelahan dan tertidur sebelum
adzan subuh. Akhirnya terbangun Jam 06.30 pagi.. Langsung mandi, berangkat kerja
dan tidak sempat lagi shalat subuh. Dapat sunnah tapi yang wajib ditinggalkan.
Ibarat dapat tambal baju, tapi tidak pakai baju. Karena amalan sunnah itu
hanyalah amalan tambahan sebagai tambal bolongnya amalan wajib. Bolong karena
kurang ikhlas, riya’ atau hal lain.
Mari kita lihat saudara-saudara kita
yang sedang dijalur “kurang beruntung”. Pekerjaan utama sebagai penjaja tubuh.
Dapat duit untuk judi sambil minum-minuman keras. Setelah duitnya habis dia
“jualan” tubuh lagi. Begitulah kesehariannya dia jalani dengan normal menurut
ukurannya sendiri. Tidak ada kata dosa.
Duapuluh tahun berikutnya ketika
usianya menginjak empatpuluhan, nilai jualnya sudah turun drastis. Persaingan
makin ketat dengan munculnya “daun-daun muda” baru. Cari duit sudah sulit.
Badanpun mulai sakit-sakit. Setelah di-cek ke dokter, ternyata kena AIDS. Hari
demi hari tubuhnya kian kurus.
Detik demi detik dari setiap sisa
nafasnya hanyalah untuk menanti kereta kematian. Dia terhenyak, “kepada siapa
lagi aku minta pertolongan ?” Akhirnya dengan rasa malu dia menyebut sebuah nama
yang sudah terkubur selama duapuluh tahun. “Allah……….Allah……….Allah……”, mulutnya
gemetaran menyebut dengan air mata meleleh penuh ketulusan. Dia yakin se-yakin
yakinnya hanya Allahlah yang sanggup menolong. Sajadahpun dia cari lalu digelar
untuk shalat, taubat dan taubat. Tak ada sedikitpun kesombongan terbesit
dihatinya. Karena memang tidak ada yang pantas dia sombongkan dihadapan
siapapun. Dosanya menumpuk sedang amal sorganya baru dia mulai. Inilah sisi yang
lebih “lain” lagi sehingga Allah mengubah takdirnya. Dari sesat menjadi hidayah.
Subhanallah.
Dari kedua contoh yang saling bertolak belakang tersebut,
dapat disimpulkan bahwa takdir Allah itu adalah tuntutan kasih sayang-Nya. Dia
Maha Tahu dengan cara apa Dia membuat manusia berjalan di trotoar yang benar
dalam ukuran-Nya. Semuanya bertujuan agar sang mahluk tunduk pada Sang Khalik
dengan setunduk-tunduknya. Penuh keihlasan. Ikhlas dengan tujuan hanya kepada
Allah. Bukan hanya untuk mencari popolaritas ditengah-tengah manusia, karena
namanya memang sudah miring dalam pandangan manusia.
Perbaikan demi
perbaikan tidaklah berarti lagi dimata manusia. Lalu kepada siapa dan kepada
siapa lagi dia harus minta pertolongan ? Inilah titik kulminasi kepasrahan yang
diciptakan Allah pada sang hamba agar dia benar-benar kembali ke pangkuan-Nya.
Dengan demikian pertolongan dan keagungan Tuhan bukan hanya sekedar
kalimat-kalimat puisi, lagu atau nyanyian tapi lebih dari itu; dia akan rasakan
dengan sepenuh hati. Kesimpulannya bahwa Allah tidak akan menjatuhkan takdir
dengan sia-sia.
Dengan kasih sayang-Nya, tidak ada satupun dari
takdir-Nya yang merugikan manusia. Semua bertujuan agar manusia kembali ke
pangkuan-Nya dengan kesucian karena dia berangkat ke dunia dengan kesucian pula.
Semua bertujuan agar manusia benar-benar sepenuhnya bergantung pada-Nya,
sehingga tidak ada kemusyrikan dihatinya, walaupun sebesar zarrah.
Kupersembahkan buat semua sahabat muslim / muslimahku di seluruh dunia,
khususnya Nina dan Zulfa.
sugito@aitbatam.com
sumber :
eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar