Kupandangi wajah anakku Zahra yang berusia 6 tahun. Ah dia memang putih dan
cantik. Dia tidur dengan pulasnya malam ini. Kubelai rambutnya dan kucium
pipinya lembut.
Aku senang memandangi putriku. Aku senang mendengar
suaranya. Aku senang melihatnya berlari. Tanpa sadar mataku menatap foto dirinya
yang terpanjang di sisi tempat tidurnya. Foto ketika dirinya belum lagi satu
tahun, sedang tengkurap dengan kepala tegak. Foto itu memang sengaja kupasang
untuk mengenang masa-masa bayi putriku, Zahra.
Kerinduanku pada bayilah
yang akhirnya membuat aku memasang foto bayi Zahra.. Rindu untuk menggendong,
memeluk seorang bayi. Seorang bayi adalah penyejuk mata orang tuanya menurutku.
Ya, aku ingin mempunyai anak lagi.
Suatu hari aku pergi berkumpul dengan
teman-temanku. Diantaranya ada temanku Fitri yang mempunyai 4 orang anak,
semuanya perempuan dan temanku yang lain, Ira, mempunyai 2 orang anak, semuanya
laki-laki. Kami mengobrol bersama. Fitri ingin punya anak laki-laki dan Ira
ingin punya anak perempuan. Tapi akhirnya kami tersadar, diantara kami ada yang
belum dikaruniai anak di dalam sekian tahun pernikahan mereka. Ternyata masih
ada yang berada di bawah diri kita.
Begitulah manusia, selalu penuh
dengan keinginan-keinginan terhadap perhiasan kehidupan dunia.
Keinginan-keinginan itu jika selalu diperturutkan, hanya akan memuaskan diri
kita sesaat saja sebelum akhirnya muncul keinginan-keinginan baru yang lain.
Keinginan-keinginan itu baru akan hilang seiring dengan menghilangnya kita dari
dunia ini.
Seorang istri sudah memasakkan ikan goreng kesukaan suami
tercinta, sang suami masih minta dibuatkan sambal pedas sebagai teman makan ikan
goreng.
Seorang istri sudah dibelikan tas cantik oleh suami tercinta,
begitu melihat tas kawannya yang tampak serasi betul dengan baju kawannya itu,
maka sang istri pun menuntut pada sang suami minta dibelikan tas yang seperti
punya kawannya itu.
Seorang anak sudah dibelikan kue kesukaannya,
setelah melihat roti yang terpajang di supermarket, jadi ingin roti
itu.
Seorang ibu di rumahnya sudah punya persediaan sayur mayur dan lauk pauk
di rumah, setelah melihat-lihat buku masak, jadi kepingin makan asinan yang
bahan bakunya sama sekali tidak ada di rumah.
Seorang dosen belum lama
membeli laptop terbaru, begitu melihat temannya punya laptop dengan model yang
lebih baru lagi, sang dosen langsung ingin membeli juga laptop dengan model yang
sama atau bahkan yang lebih canggih.
"Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah
lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan."
(QS. Al Kahfi : 46)
Ada kisah tentang seorang muslim kaya di Madinah
bernama Hafash bin Ali Aash yang berkunjung ke rumah Khalifah Umar. Saat makan
siang tiba, dihidangkanlah daging kering yang tebal dan keras. Hafash terkejut
melihat makanan Khalifah Umar. Dengan sopan ia mohon pamit untuk makan siang di
rumahnya saja. Di rumah Hafash, pelayan-pelayannya selalu menghidang
makanan-makanan terbaik yang lezat-lezat. Lalu apa jawaban Khalifah Umar setelah
melihat keengganan Hafash memakan makanan yang terhidang di rumah Khalifah Umar?
Beliau berkata, "Semua kesenangan-kesenangan dunia itu aku tinggalkan untuk
menghadapi hari dimana aku tidak memerlukan itu semua, yaitu hari ketika aku
harus menghadap Allah. Aku mengetahui firman Allah, "Ketahuilah sesungguhnya
kehidupan di dunia adalah permainan dan hiburan. Berbangga-bangga antara kamu
yang berlomba banyak harta dan anak. Seperti hujan membuat tanaman-tanaman yang
mengagumkan petani. Kemudian, tanaman itu kering dan kamu lihat warnanya kuning
dan akhirnya layu. Di akhirat ada azab yang keras, ada pula ampunan dari Allah
serta keridlaan-Nya. Kehidupan di dunia hanyalah kesenangan yang menipu." (QS Al
Hadiid :
20)
Wallahu`alam
Ummuzahra
hab26250@syd.odn.ne.jp
sumber
: eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar